More
    BerandaBERITASejarah Sate Bandeng, Kuliner Legendaris Warisan Sultan untuk Banten

    Sejarah Sate Bandeng, Kuliner Legendaris Warisan Sultan untuk Banten

    Makanan olahan ikan bandeng tanpa duri ini merupakan salah satu hidangan favorit sultan pertama Banten, yaitu Sultan Maulana Hasanuddin.

    Secara visual, makanan ini mirip dengan sate lilit dari Bali. Perbedaannya terletak pada bahan dasar yang digunakan. Di Banten, seperti wilayah Serang dan Cilegon, daging ikan bandeng diolah dengan bumbu, campuran santan, dan rempah-rempah. Menghasilkan cita rasa menggugah di lidah.

    Eksistensi makanan khas Banten ini terkait dengan sejarah masa lampau Kesultanan Banten. Sate bandeng muncul dari lingkungan keraton pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin tahun 1552-1570. Hal ini menjadikan sate bandeng sebagai kuliner Banten yang diwariskan turun-temurun.

    Sate bandeng pertama kali diperkenalkan di dapur kesultanan pada tahun 1552-1570. Sultan Maulana Hasanuddin sangat menyukai ikan bandeng. Saking sukanya, tambak bandeng di Banten selain untuk perdagangan di pelabuhan, secara khusus disajikan untuk sang sultan.

    Ikan bandeng dijadikan sebagai bahan utama pembuatan sate ini karena Banten memiliki pasokan dari tambak di kawasan Serang Utara. Menurut catatan Kementerian Pertanian dalam Almanak Tani 1958, kultur pertambakan ini tumbuh dan berkembang sejak masa Majapahit, dari Anyer sampai Banyuwangi terdapat banyak tambak ikan bandeng.

    Sultan Hasanuddin juga kerap menyajikan hidangan berbahan bandeng kepada tamunya, yaitu para pedagang dan utusan kerajaan lain dalam beberapa kesempatan. Namun, duri-duri kecil yang jumlahnya sangat banyak pada daging ikan bandeng ini seringkali membuat kerepotan. Akhirnya juru masak keraton memutar otak agar hidangan bandeng dapat dinikmati dengan mudah oleh sultan dan para tamu.

    Dalam Ensiklopedi Makanan Tradisional di Pulau Jawa dan Pulau Madura, juru masak keraton saat itu menggiling daging bandeng sampai halus, kemudian disaring untuk memisahkan duri dari daging, lalu mencampur adonan dengan bumbu. Adonan bandeng tersebut dililit atau dijepit ke bambu, kemudian dibakar hingga matang dan beraroma sedap.

    Ukuran sate bandeng umumnya besar, sehingga satu sate bandeng cukup untuk disantap sampai lima orang. Menjadikan sate bandeng sebagai hidangan yang cocok dimakan bersama-sama, seperti Sultan Hasanuddin yang kerap membanggakan makanan ini kepada para tamunya.

    Sate bandeng sering menjadi usaha turun-temurun, dikarenakan teknik dalam pembuatannya yang rumit dan tidak semua orang mampu membuatnya. Para juru masak mengajari keturunannya dan mewarisi resep serta teknik membuat sate bandeng yang lezat.

    Memakan makanan berbahan dasar ikan bandeng memang cukup sulit karena duri-durinya yang sangat banyak, namun hidangan sate bandeng ini menjadi warisan dari kesultanan Banten yang berharga bagi masyarakat Banten. Kini kita bisa menikmati ikan bandeng dalam wujud sate, berbumbu gurih, dan tekstur lembut yang menggugah selera. Tak heran, sate bandeng kerap dijadikan sebagai pilihan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Banten.[Radika Dzikru Bungapadi]

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini

    - Advertisment -

    Most Popular