Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (14/12/2018) pagi melemah 55 poin menjadi Rp14.554 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.499 per dolar AS.
Sementara pergerakan nilai tukar rupiah pada Kamis (13/12/2018) sore menguat sebesar 102 poin ke posisi Rp14.499 dibandingkan sebelumnya Rp14.601 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta, mengatakan pelaku pasar uang cenderung mengambil posisi “wait and see” menjelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 18-19 Desember.
“Meski tingkat keyakinan kenaikan suku bunga Fed menurun, namun tidak bisa serta merta diasumsikan the Fed tidak menaikan suku bunganya, itu yang membuat posisi pelaku pasar ‘wait and see’ transaksi di aset mata uang berisiko cenderung menurun,” katanya, dilansir tirto.id.
Di sisi lain, lanjut dia, pasar juga masih dibayangi oleh kekhawairan akan perang dagang meski saat ini tensinya relatif mulai mereda.
“Perang dagang diperkirakan masih akan berlanjut hingga 2019 mendatang,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, dolar AS juga ditopang data tenaga kerja di Amerika Serikat yang meningkat, sehingga peluang pertumbuhan ekonomi AS cukup terbuka.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menambahkan, pagi ini mata uang Asia seperti dolar Hong Kong dan dolar Singapura bergerak melemah terhadap dolar AS, kondisi itu tuurut menjadi sentimen negatif bagi rupiah.
“Kendati demikian, pergerakan rupiah masih dalam penjagaan Bank Indonesia sehingga fluktuasinya relatif stabil,” katanya.
IHSG Hari Ini
Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat dibuka menguat tipis seiring masih minimnya kepastian isu global.
IHSG BEI dibuka menguat 1,97 poin atau 0,03 persen menjadi 6.179,69. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 0,15 poin atau 0,02 persen menjadi 987,37.
“Sentimen dari eksternal dan domestik yang beragam membuat pergerakan IHSG cenderung terbatas,” kata Kepala Riset Valbury Sekuritas, Alfiansyah di Jakarta.
Ia mengemukakan berkenaan dengan sentimen dikabulkan pembebasan penahanan petinggi Huawei sempat menjadi pandangan positif pasar karena menjadi alasan perang dagang AS dan China akan mencapai kesepakatan lebih lanjut.
Namun, lanjut dia, eforia itu cenderung mulai mereda, dan fokus pasar beralih pada faktor lain seperti kisruh Inggris keluar dari Uni Eropa maupun data ekonomi AS yang akan rilis dalam waktu dekat.
“Tantangan pasar modal Indonesia yakni ketidakpastian isu global,” katanya.
Dari dalam negeri, ia mengatakan, investor akan mencermati data neraca perdagangan yang sedianya akan dirilis pada pekan depan.