JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) segera memproses laporan dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri. Hal itu terkait pemberian penghargaan kepada Ardina Safitri sebagai pencipta himne dan mars KPK. Ardina Safitri merupakan istri dari Firli Bahuri.
“ICW mendesak agar Dewan Pengawas segera memanggil Firli Bahuri dalam kaitannya dengan rentetan dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana dilaporkan alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi 2020 dan IM57+ Institute,” ujar Peniliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (14/3/2022).
Firli dilaporkan Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) 2020 berkaitan dengan pemberian penghargaan kepada Ardina Safitri sebagai pencipta himne dan mars KPK. Ardina Safitri merupakan istri dari Firli Bahuri.
AJLK menduga adanya konflik kepentingan dalam hibah lagu Ardina Safitri menjadi himne dan mars KPK. Benturan konflik kepentingan disebutkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 (PerKom 5/19) tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tak hanya AJLK 2020, Indonesia Memanggil (IM57+) Institue juga turut melaporkan dugaan pelanggaran etik Firli. Laporan berkaitan dengan dugaan sewenang-wenang menggunakan fasilitas KPK yang dibiayai oleh anggaran negara untuk pengadaan pesan berantai atau sms blast.
Pesan berantai yang diterima masyarakat dari Firli tidak berkaitan dengan nilai-nilai antikorupsi. Adapun isi pesan tersebut yakni ‘manusia sempurna, bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah, tetapi manusia yang selalu belajar dari kesalahan. Ketua KPK RI’.
Firli dilaporkan atas dugaan melanggar Nilai Dasar Integritas sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, ayat (1) huruf o, dan ayat (2) huruf i Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
“Kami beranggapan, mulai dari mars serta himne KPK yang kental dengan nuansa konflik kepentingan serta SMS blast tersebut menjadi modal awal bagi Dewan Pengawas untuk menindaklanjuti laporan mereka ke persidangan etik,” kata Kurnia.
Kurnia berharap Dewas KPK tidak bertindak sebagai pembela para pimpinan KPK. Pasalnya, Dewas KPK sempat menolak laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK.
“ICW tentu tidak berharap Dewas bertindak seperti tim pembela pimpinan KPK lagi. Sebab, selama ini, mulai dari rendahnya penjatuhan sanksi etik kepada pimpinan KPK dan abainya Dewas saat melihat TWK, menjadikan masyarakat enggan untuk menaruh kepercayaan kepada lembaga pengawas tersebut,” kata Kurnia. []