Talasemia adalah penyakit keturunan berupa kelainan pada sel darah merah yang menyebabkan penderita mengalami anemia kronis. Hal ini dikarenakan sel darah merah penderita talasemia mudah pecah dan memiliki kadar Hemoglobin (Hb) yang sangat rendah. Sehingga mengakibatkan anemia kronis.
Sel darah merah bertugas mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Apabila pembentukan sel darah merah terganggu, maka penyebaran oksigen pun tidak optimal.
Gejala
Gejala talasemia bergantung dari seberapa besar tingkat kerusakan gen yang diakibatkan oleh anemia kronis. Namun secara umum, penderita talasemia akan terlihat pucat atau kuning, sulit tidur, lemas, dan kurang nafsu makan.
Selain itu, perut tampak membengkak dan jika diraba terasa keras akibat pembesaran limpa. Hiperpigmentasi juga terjadi pada penderita talasemia yang membuat kulit mereka cenderung menghitam.
Dari segi pertumbuhan fisik, tubuh penderita talasemia biasanya lebih pendek, dengan tulang yang tipis, keropos, dan mudah patah. Hal ini dikarenakan sel darah merah abnormal yang membuat tulang melakukan kompensasi membentuk sel darah merah.
Jika dibandingkan, antara sel darah merah normal dan sel darah merah talasemia, terdapat perbedaan. Pada kondisi normal, sel darah merah berbentuk bulat, berwarna merah segar, dengan ukuran yang sama rata pada setiap selnya. Namun, pada penderita talasemia, warnanya pucat dan bentuknya tidak beraturan.
Pengobatan dan penanganan
Para ahli saat ini belum menemukan obat yang dapat mengatasi kelainan pada penderita talasemia. Â Terapi yang diberikan adalah untuk memperpanjang harapan hidup. Utamanya melalui transfusi darah.
Dengan kata lain, kelangsungan hidup penderita talasemia sangat bergantung pada darah dari pendonor. Metode transfusi ini ditujukan untuk tetap menjaga jumlah hemoglobin berada di angka minimal 9g/dl. Dalam keadaan normal, kadar hemoglibin seharusnya mencapai 10-11 g/dl.
Frekuensi transfusi darah dapat dilakukan secara berkala maupun sewaktu-waktu. Tergantung dari jenis talasemia serta tingkat keparahan yang dialami.
Jenis talasemia itu sendiri ada dua, yakni talasemia mayor dan talasemia minor. Pada talasemia mayor, mereka memerlukan transfusi darah seumur hidup. Mereka adalah pasien talasemia yang sebenarnya.
Sedangkan talasemia minor, mereka terlihat seperti orang yang normal dan sehat. Namun berpotensi membawa gen talasemia. Apabila dilihat melalui laboratorium, sel darah talasemia minor dengan yang normal tidak jauh berbeda. Hanya saja ukurannya lebih kecil. Sehingga jumlah oksigen yang diangkut pun lebih sedikit.
Transfusi darah yang diterima penderita talasemia bukan tanpa efek samping. Reaksi dari menerima donor darah secara terus-menerus dapat memunculkan keluhan atau bahkan penyakit baru. Salah satunya penumpukan zat besi yang berdampak pada gagal jantung, ginjal, dan paru-paru.
Untuk mengatasinya, mereka harus menjalani terapi kelasi besi dengan minum obat seumur hidup.
Dapat dicegah
Meski belum ditemukan obat untuk talasemia, penyakit ini dapat dicegah. Yakni dengan cara tidak melakukan pernikahan antar pembawa gen talasemia.
Karena apabila mereka menikah, probabilitas keturunannya adalah 25 persen talasemia mayor, 50 persen pembawa sifat, dan 25 persen sehat.
Pada negara maju, pemerintah memberlakukan peraturan wajib skrining talasemia pada seluruh penduduknya yang akan menikah, dan ini dibiayai oleh negara.
Apabila pasangan itu tetap memaksa menikah, kemudian sang istri mengandung, maka wajib memeriksakan kehamilan pada usia 12-16 minggu untuk deteksi talasemia pada janin. Jika hasil skrining didapati janin tersebut mengidap talasemia mayor, boleh melakukan aborsi dengan catatan usia kehamilan masih di bawah 17 minggu.[]
Waspada Talasemia, Kenali Gejala dan Penanganannya
- Advertisement -