JAKARTA – Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) menyatakan telah memutus akses (blokir) tujuh situs dan lima grup media sosial yang memuat konten jual beli organ tubuh manusia. Pemutusan akses ini dilakukan sejak Kamis, (12/1).
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menuturkan, pemutusan akses itu dilakukan sesuai dengan permintaan Bareskrim Polri.
“Kami sudah menerima surat dari Bareskrim Polri kemarin dan hari ini. Isinya meminta Kominfo untuk melakukan pemutusan akses atas tujuh situs yang memuat konten manipulasi data tersebut,” tutur Semuel seperti dikutip dari siaran pers yang diterima, Sabtu (14/1/2023).
Dijelaskan lebih lanjut, menurut Semuel, Tim AIS Kementerian Kominfo sendiri telah melakukan pemantauan pada beberapa situs dan akun media sosial yang diduga memuat konten jual beli organ tubuh.
“Kami melakukan pencarian situs jual beli organ tubuh manusia seperti yang disampaikan penyidik Kepolisian yang tengah menangani kasus di Makassar dengan laporan adanya situs jual beli organ tubuh lewat Yandex,” tuturnya.
Tidak hanya situs, Tim AIS Kementerian Kominfo juga menemukan lima grup Facebook yang memiliki konten serupa. Temuan ini lantas disampaikan ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk penyelidikan.
Berdasarkan hasil penyelidikan, tujuh situs tersebut telah melanggar Pasal 192 jo Pasal 64 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal itu berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Semuel menuturkan, ada tiga situs yang sudah tidak diakses sejak Kamis, 12 Januari 2023 pukul 22.00 WIB. Sementara empat situs lain akan diputus akses dalam kurun waktu 24 jam setelahnya.
Pemutusan akses dan akun media sosial itu dilatari pertimbangan ada indikasi tindak pidana memperjualbelikan atau jaringan tubuh. Terlepas dari alasan apa pun, tindakan tersebut dilarang dan telah meresahkan masyarakat.
“Berdasarkan hasil profiling dan analisis semua situs itu berada atau dibuat di luar negeri,” ujar Semuel menjelaskan. Meski sudah dilakukan penutupan akses, Semuel tetap mendorong masyarakat untuk melapor ke Kementerian Kominfo jika menemukan situs sejenis agar bisa dilakukan penanganan sesuai perundangan yang berlaku. []