SERANG – Pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan dari 25 persen menjadi 40 persen hingga 75 persen.
Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
PBJT untuk jasa hiburan berlaku pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Kenaikan pajak hiburan itu, menjadi polemik kalangan pengusaha yang menyediakan jasa hiburan.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Banten GS Ashok Kumar mengatakan kebijakan tersebut akan membangkrtukan para pelaku usaha yang bergerak dibidang hiburan.
“Sekalian saja 100 persen biar tutup,” kata Ashok, Minggu (14/1).
Pengambilan kebijakan tersebut tidak mengakomodir pihak terkait seperti Pentahelix Asosiasi Bisnis, Community, Government, Media (ABCGM). Hal itu, menjadikan kebijakan tersebut terkesan memaksa.
“Padahal dibuat tahun 2022 kenapa baru ramai sekarang, seyogianya naiknya di persentase rasional. Sementara ini terlalu tinggi, lebih dari 100% harusnya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu,” Katanya.
Ia juga mempertanyakan skema perhitungan pajak tersebut tidak sesuai dan perlu ada pengkajian ulang agar menyesuaikan dengan pendapatan pelaku usaha.
“di Bali Mereka Menolak Keras Bila SPA – Mandi Uap dan Sejenisnya di Kategorikan Hiburan. Mengingat masuk klasifikasi K Kebugaran. Mereka sudah mengajukan Judicial Review atau Uji Materi Beledi tersebut ke Mahkamah Konstitusi,” tuturnya.
“Sah-sah saja kalau mau menaikan pajak, namun dengan parameter yang jelas, orang juga punya profit margin pengimbangan buat kewajiban bayar gaji, listrik, air, PBB, PPh, PPn serta pengembalian investasi dan lainnya,” sambungnya.
Meski demikian, Ashok mengajak para stakeholder pemerintahan untuk sama-sama membahas terkait pajak tersebut, karena penerapan pajak h merupakan kewenangan dari pemerintah daerah.
“Bukan berarti kami anti dengan hal tersebut, namun kami mengajak para legislatif wakil rakyat dan pemerintah untuk sama-sama membahas hal ini, semua undang-undang dan peraturan pemerintah masih bisa di amandemen,” pungkasnya. (Fik)