JAKARTA – Dunia pendidikan dihebohkan pernyataan sikap Forum Dosen Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan tidak akan beroperasi seperti biasa.
Sikap ini membuat proses belajar mengajar tidak dilakukan secara daring maupun luring. Akibatnya mahasiswa diminta belajar mandiri. Selain itu, Forum Dosen SBM ITB juga menyatakan tidak akan menerima mahasiswa baru.
Yunieta A Nainggolan, perwakilan Forum Dosen SBM ITB menjelaskan sikap yang diambil para dosen tersebut disebabkan karena dicabutnya hak swakelola SBM ITB yang telah ada sejak tahun 2003.
“SBM ITB berdiri sejak tahun 2003 dengan kemandirian untuk memberikan kewenangan swadana dan swakelola kepada SBM ITB untuk mencapai cita-citanya menjadi sekolah bisnis top, tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia,” kata Yuniet, dikutip Jumat (11/3/2022).
Menurutnya, dengan kemandirian tersebut SBM ITB berhasil mendapatkan pengakuan baik secara nasional maupun internasional sebagai top business school. Sayangnya pencapaian tersebut, kata Yunieta, dihambat kebijakan yang dikeluarkan pihak rektorat yang akhirnya berdampak langsung kepada tingkat kompetitif SBM ITB.
“Di saat perguruan tinggi lain sedang mempertahankan dan meningkatkan adaptif dan kompetitif, ITB malah kebalikannya, kemandirian SBM malah dihambat,” ujarnya.
Dengan dicabutnya kemandirian tersebut, saat ini SBM ITB tidak lagi memiliki wewenang terhadap swakelola sekolah tersebut. Swakelola yang dimaksud, menurut Yunieta, yakni terkait dengan rekrutmen SDM hingga realisasi program strategis yang telah dibuat.
“Namun kebijakan yang rektorat ambil sekarang adalah kebijakan sentralistik yang tidak mempertimbangkan kesepakatan dari semua elemen SBM ITB dengan yang sedang dilakukan rektorat,” ujarnya menambahkan.
Oleh sebab itu, dicabutnya hak swakelola tersebut membuat Forum Dosen SBM ITB menyatakan sikap untuk terus memperjuangkan kemandirian SBM ITB dengan menghentikan pembelajaran kepada mahasiswa.
Sebelumnya, perwakilan Forum Dosen SBM ITB lainnya, Achmad Ghazali juga menyampaikan jika kebijakan baru yang dibuat rektorat membuat dosen SBM ITB tidak lagi menerima insentif yang biasa mereka dapat.
“Dimana 2 bulan ini kami hanya mendapatkan gaji pokok pegawai ITB sesuai pangkat dan golongan, tapi insentif yang selama ini diberikan SBM itu enggak ada, selama Januari Februari yang biasa kita dapat sekarang enggak dapat,” kata Achmad.
Terpisah, Komisi X DPR RI menyayangkan konflik antara dosen SBM ITB dan Rektor ITB. Komisi X DPR RI siap menjadi moderator konflik dosen SBM dan Rektor ITB lewat rapat dengar pendapat (RDP).
awalnya menduga ITB bisa mengatasi masalah internalnya. Namun, katanya, konflik antara dosen SBM dengan Rektor ITB tak kunjung tuntas hingga akhirnya menjadi diketahui masyarakat umum.
“Saya menyayangkan terjadi berlarut-larutnya konflik ini, saya membayangkan selevel ITB saya kira bisa lebih mengambil jalan win-win solution dan tidak ter-publish begini,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda.
Huda menilai konflik ini harusnya bisa dituntaskan secara internal. Namun, dia menyebut penuntasan konflik tersebut masih menemui jalan buntu.
Huda menjelaskan ITB merupakan perguruan tinggi berbadan hukum yang artinya harus mandiri menuntaskan masalah internalnya. Dia menyebut Mendikbudristek Nadiem Makarim selaku Majelis Wali Amanat (MWA) ITB juga turun tangan sebagai mediator.
“Oleh karena itu, ketimbang mengundang pihak eksternal, saya kira lebih baik diselesaikan dituntaskan di internal ITB sendiri. Posisi Mas Nadiem setahu saya termasuk (MWA), saya kira tak ada salahnya, terlebih kalau Kemdikbud bisa mengambil peran mediator sekaligus fasilitator,” ucapnya. []