Pendekatan Restorative Justice (RJ) yang diterapkan oleh Kejaksaan Republik Indonesia berhasil menghemat anggaran negara sekitar Rp 91,9 miliar. Selain itu, metode ini juga membantu mengurangi kepadatan penghuni di lembaga pemasyarakatan. Pernyataan ini disampaikan oleh Asep Mulyana dalam pertemuan informal dengan Chief Prosecutor Kejaksaan Portugal, Carlos Teixeira, dan Jaksa Agung Timor Leste, Alfonso Lopes, pada hari Senin, 30 September 2024, di Baku, Azerbaijan.
Asep menjelaskan, penghematan ini berasal dari pengurangan biaya transportasi tahanan ke sidang, biaya panggilan saksi, pengangkutan barang bukti, serta biaya lainnya yang biasanya dikeluarkan untuk proses persidangan. Setelah menyelesaikan perkara melalui RJ, negara juga tidak perlu lagi membiayai makanan dan minuman terpidana.
Dalam pertemuan triparit tersebut, ketiga jaksa antara perwakilan Jaksa Indonesia, Portugal dan Timor Leste tersebut, sepakat tentang pentingnya peran jaksa dalam menangani perkara pidana dan dampak yang ditimbulkannya. Di Portugal, sekitar 80% dari 30 ribu perkara pidana yang terjadi setiap bulan diselesaikan di tingkat kejaksaan. Meskipun jaksa memiliki wewenang untuk menghentikan perkara, jenis kasus yang sering dihentikan adalah pencurian, penganiayaan ringan, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Di Timor Leste, jaksa juga menghentikan sekitar 50% dari 300 perkara pidana yang ditanganinya setiap bulan. Mereka dapat menggunakan instrumen “arquiva mento” untuk menilai apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan. Menariknya, jaksa di Timor Leste dapat menghentikan perkara delik aduan tanpa menunggu persetujuan dari pelapor. Jika pelapor tidak setuju, mereka dapat mengajukan keberatan kepada Kejaksaan Tinggi.
Di akhir pertemuan, ketiga Jaksa dari Portugal, Timor Leste dan Indonesia itu sepakat untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi dalam penegakan hukum, terutama dalam menangani perkara lintas negara, mengingat adanya kesamaan “legal framework” di antara ketiga negara tersebut. (Jodi)