Foto seorang biksu yang sedang membantu seorang pria berwudu menjadi viral di media sosial.
Foto seorang biksu yang sedang membantu seorang pria berwudu menjadi viral di media sosial.
Dalam foto itu nampak seorang biksu dengan jubah oranye menuangkan ember berisi air, yang dipakai seorang pria berpeci dan bersarung, untuk membasuh wajah dan kakinya.
Beberapa warganet mengunggah foto tersebut di media sosialnya dan disukai oleh banyak orang.
Posting @billykhaerudin ini misalnya, disukai oleh 10.000 orang dan di-retweet lebih dari 7.000 kali.
Foto tersebut adalah hasil karya fotografer Ivan Mardiansyah, yang bekerja untuk koran Lombok Pos.
Ivan menjelaskan bahwa foto tersebut diambilnya pada bulan Mei 2018.
“Foto itu saya ambil dengan tujuan untuk menunjukkan toleransi, dan untuk menyingkirkan kata “intoleran” dari Indonesia,” kata Ivan saat dihubungi oleh BBC News Indonesia melalui telepon.
Saat itu bulan Ramadan, beberapa saat setelah meledaknya beberapa bom di Surabaya yang menewaskan 28 orang.
“Waktu itu media sedang gencar dengan berita bom Surabaya, kemudian saya izin dengan redaktur untuk mengambil gambar toleransi di desa Bentek, Lombok Utara,” kata dia.
Menurut Ivan, Desa Bentek memang sudah terkenal sebagai desa dengan tiga agama yang hidup berdampingan secara rukun.
Penganut Islam, Hindu dan Buddha hidup bersama di desa yang juga berisi sebuah wihara besar.
Saat itu hari Jumat. Azan Jumat sudah berkumandang saat Ivan melihat seorang pria sedang berwudhu dibantu seorang biksu.
“Itu momennya cepat sekali. Saya cepat-cepat ambil foto sampai tidak sempat setting kamera, jadi cahayanya agak over,” kata Ivan.
Sumur tempat pria tersebut berwudu memang terletak di belakang wihara.
Pria tersebut buru-buru berwudu karena lokasi masjid masih agak jauh dan azan sudah berkumandang.
Meskipun kurang puas dengan kualitas teknis fotonya, Ivan tetap mempublikasikan foto tersebut karena dia merasa foto tersebut dapat menggambarkan toleransi di Indonesia.
“Dipakai untuk politik”
Ketika menyadari fotonya menjadi populer beberapa hari terakhir, Ivan merasa senang, tapi juga kecewa.
“Banyak yang mengambil makna toleransinya, untuk itu saya bersyukur,” kata dia.
Dia mengaku kecewa ketika melihat foto tersebut digunakan untuk kepentingan politik.
“Saya agak kecewa juga beberapa kali melihat foto itu dipakai untuk politik, saya tidak setuju foto itu dipakai untuk politik, apalagi buat menyerang calon lainnya,” kata Ivan.
Memantau foto tersebut di aneka postingan di media sosial juga membuatnya sedih karena banyaknya komentar “nyinyir”.
Misalnya, ada komentar yang mengatakan bahwa “umat Buddha ketika menjadi mayoritas, di Myanmar, membantai umat Muslim”.
“Dengan foto ini saya ingin membersihkan nama kedua agama ini. Islam dan Buddha. Jangan menghakimi orang lain atas kejahatan yang dilakukan orang lain hanya karena mereka sama keyakinannya,” kata pria berusia 28 tahun ini.
Dia ingin fotonya tidak ditafsirkan negatif, karena yang dia inginkan hanyalah menunjukkan toleransi.(*)