Oleh: Aji Bahroji
Sebelum balik ke Bandung, Saya sempatkan menengok Mesjid Agung Banten Lama. Kebetulan Tgl 4 Oktober ini ada acara apel peringatan #HUTBantenKe18. Alun-alun dan tempat pedagang yang kumuh sudah digusur digantikan marmer besar. Juga tak nampak, rumput hijau yg terhampar di lapangan karena sudah ditanami tiang tiang ala mesjid nabawi.
Secara estetika akan menarik sepertinya, meskipun banyak yang tak sepakat karena
Pembangunan tersebut tidak memperhatikan nilai nilai orisinailitas dan sejarah. Salah satunya Kang DAs Albantani yang memprotes agenda revitalisasi. Saya sepakat dengan Kang Das, 1. Karena beliau adalah Arsitek yg sudah expert 2. Saya sendiri merasa tidak sedang di Banten Lama. Tapi seperti berada pusaran industrialisisasi yang mekanistis. Mungkin ini hanya perasaan subjektif saja.
Maka, kondisi Banten Lama yang sudah berubah total dan kebijakan revitalisasi yang tengah bergulir, orang orang cendekia, dan mafhum tentang arsitektur dan teknik sipil harua segera ngopi bareng bertukar pikiran. Pak WH (Pemprov Banten) jangan keras kepala, stakeholder, NGO pemerhati lingkungan aje purikan.
Hemhm..hampir 30 menit saya menatap menara ini, muncul kekhwatiran yang amat sangat. Khawatir Marmer yang mahal dan bagus itu kemudian ditumbuhi warung warung kopi, pedagang asong, pedagang peci dan lainnya bermunculan lagi. Bukannya keindahan yang kita saksikan justru kesemrawutan yang merajalela dengan ruang hijau yang hilang. Jika itu terjadi lengkap sudah penderitaan para sultan. []