More

    Sejarawan Bonnie Triyana Kritisi Pengakuan Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Belanda

    JAKARTA – Sejarawan Bonnie Triyana memberikan beberapa catatan penting terkait pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte pada Rabu (14/6/2023) waktu setempat.

    Bonnie menyebut, Mark Rutte tampak enggan memasuki dampak legalistik dari pernyataannya dengan mengatakan kekerasan yang terjadi semasa revolusi kemerdekaan Indonesia di luar jangkauan Konvensi Jenewa. Pasalnya, kesepakatan internasional yang mengatur perlindungan kemanusiaan dalam perang itu belum berlaku.

    “Pernyataan Rutte yang mengakui kekerasan Belanda terhadap warga Indonesia secara moral, namun tidak secara yuridis, berujung dengan kesimpulan yang dibangunnya sendiri, bahwa secara legal kekerasan serdadu Belanda terhadap warga Indonesia tidak bisa dianggap sebagai kejahatan perang,” ungkap Bonnie dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/6).

    Bonnie menambahkan, pernyataan Rutte seakan ingin menghindari konsekuensi hukum dari tindakan Belanda semasa revolusi kemerdekaan Indonesia 1945—1949. Menurutnya, pengakuan ini lebih bermakna secara politis yang tak berimbas secara legalistis.

    Dia menegaskan, pengakuan PM Rutte memiliki arti pemerintah Belanda mengakui Indonesia sudah menjadi negara merdeka pada 17 Agustus 1945. Maka dua agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke Indonesia sama artinya dengan invasi ke sebuah negara merdeka.

    “Agresi itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Atlantik Charter 1941 yang memberikan keleluasan kepada rakyat sebuah wilayah untuk menentukan nasibnya sendiri. Sekaligus menyatakan, perluasan wilayah melalui sebuah agresi tidaklah dibenarkan. Dua agresi itu pun melanggar Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada 10 Desember 1948 atau sembilan hari sebelum Belanda menyerang Indonesia,” ujarnya.

    Namun demikian, pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia ini menjadi momentum penting bagi kedua bangsa untuk belajar dari sejarah kelam kolonialisme. Bahwasanya, praktik perbudakan, penindasan, diskriminasi, rasialisme, dan kekerasan oleh negara terhadap warganya dan kekerasan horizontal antarwarga harus segera diakhiri.

    Bonnie menuturkan, penulisan sejarah seyogianya mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sebagai pembelajaran bagi generasi muda di masa kini dan masa depan. Melalui pemahaman sejarah yang lebih baik diharapkan hubungan kedua bangsa semakin erat di masa yang akan datang tanpa harus melupakan apa yang terjadi di masa lalu, atau bahkan menghindari soal-soal penting di dalam pengungkapan sejarah itu. 

    “Kerjasama kedua negara mestinya bisa lebih baik dan lebih erat berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan (trust) dan kesetaraan (equality),” imbuhnya.

    Bonnie memaparkan, bentuk konkret dari kerjasama antara Indonesia dengan Belanda bisa saja dilakukan dalam bentuk pemberian visa on arrival kepada warga Indonesia yang hendak berkunjung ke Belanda. Karena selama ini pemberian fasilitas tersebut sudah disediakan bagi warga Belanda saat berkunjung ke Indonesia untuk kunjungan singkat. “Kerja sama lain yang bisa menjadi wujud hubungan baik kedua negara adalah dalam bidang pendidikan, pertanian, atau sektor penting lainnya,” pungkasnya.

    Artikel Terkait

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini

    Stay Connected

    0FansSuka
    16,400PengikutMengikuti
    38,800PelangganBerlangganan
    - Advertisement -

    Artikel Terbaru