LEBAK – Berdirinya Rumah Restorative Justice di Rumah Gede, Kasepuhan Cisungsang, Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Selasa (20/6), menjadi sebuah terobosan yang memicu perubahan positif bagi masyarakat kasepuhan Cisungsang.
Pasalnya, masyarakat Kasepuhan Cisungsang sebelumnya takut akan penegak hukum. Hal itu, dikarenakan masyarakat kasepuhan sudah terbiasa menyelesaikan permasalahan dengan hukum adat.
Akan tetapi, dengan berdirinya Rumah Restorative Justice membawa aura positif dalam menyelesaikan konflik dan kejahatan di masyarakat.
Konsep dasar dari Rumah Restorative Justice yakni mendamaikan para pelaku kejahatan dengan korban dan masyarakat yang terdampak, dengan tujuan memperbaiki hubungan, mengembalikan kedamaian, dan mencegah kejahatan berulang.
Konsep Rumah Restorative Justice ini, sejalan dengan konsep hukum adat yang diterapkan masyarakat Kasepuhan Cisungsang. Dengan kesamaan tersebut masyarakat kasepuhan merasa penyelesaian permasalahan dapat diselesaikan di Rumah Restorative Justice.
“Kalau dengan hukum masyarakat takut apalagi dipanggil kejaksaan, bisa datang ke kesepuhan diselesaikan secara adat,” katanya.
“Karena itu sudah berjalan permasalahan di masyarakat tentang hukum biasanya diselesaikan secara adat, tapi ini hadir dengan hukum,” imbuhnya.
Kehadiran Rumah Restorative Justice telah mengubah paradigma penegakan hukum di kasepuhan. Masyarakat tak lagi hidup dalam ketakutan terhadap penegak hukum, tetapi mereka melihatnya sebagai mitra dalam memperbaiki dan memulihkan harmoni sosial.
Ia juga mengatakan masyarakat kasepuhan cisungsang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bertani. Kata dia, masyarakat Kasepuhan takut jika membuat kesalahan, terlebih lagi masyarakat kasepuhan menggarap hutan ada.
Dengan adanya Rumah Restorative Justice menjadi salah satu solusi untuk masyarakat kasepuhan. Mereka menjadikan Rumah Restorative Justice sebagai tempat masyarakat untuk mengadukan permasalahan yang ada.
“Perjalanan kedepan yang sangat baik, notabannya kita petani takut dengan kesalahan harian,” katanya.
“Mereka menggarap hutan adat, bertani ketika ada permasalahan ada tempat mengadu,” pungkasnya. [FIK]