SERANG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terus melakukan penanganan pada pasien yang diduga menderita penyakit tubercolosis (TBC). Pasalnya, keberadaan penyakit tersebut saat ini tengah menjadi perhatian bersama.
Bahkan, pemerintah pusat telah menetapkan penyakit TBC sebagai kejadian luar biasa (KLB) yang di mana pemerintah daerah diharuskan untuk segera membuat satuan tugas tim penanganan TBC.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Ati Pramudji Astuti mengatakan, Pemprov Banten telah memiliki tim satuan penanganan TBC yang ditetapkan pada tahun 2023 lalu. Saat ini, pihaknya tengah melakukan penjaringan untuk menemukan masyarakat penderita TBC di Banten.
Ati mengungkapkan, dari target sebanyak 90 persen penemuan kasus TBC di Banten, saat ini telah mencapai 50 persen kasus yang terdata oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
“Untuk Banten satuan tugas tim penanganan TBC itu sudah ada sejak tahun lalu, dan saat ini sudah pada tingkat kabupaten kota bekerja sama dengan stakeholder dan organisasi perangkat daerah (OPD) lain untuk menuntaskannya. Dan alhamdulillah, selama ini kita (Banten, red) selalu menduduki peringkat ketiga dari sepuluh besar penanganan terbaik kasus TBC se-Indonesia,” kata Ati kepada wartawan, Senin (8/7).
“Dan dari estimasi jumlah kasus di Banten yang saat ini diestimasi mencapai 50 ribu orang itu sudah 50 persennya kita temukan, atau sekitar 25.028 orang. Dan itu masih terus kita lakukan penjaringan,” sambungnya.
Ati menuturkan, dari total temuan kasus yang ditemukan, pihaknya mengklaim sebanyak 80 persen diantaranya sudah mendapatkan penanganan dengan diberikan pengobatan secara lebih lanjut.
“Dari temuan sebanyak 25.028 itu, 20.314 diantaranya itu sudah mendapatkan penanganan dan kita obati. Sementara sisanya yang 4.714 itu belum memulai proses pengobatan,” katanya.
Ati menerangkan, setelah dilakukan penjaringan dan menemukan pasien, para penderita TBC tersebut nantinya akan ditangani secara intensif melalui pengobatan yang dilakukan secara berkala, tergantung pada kasus yang ditemukan.
Ati juga menjelaskan, bahwa ada 10 indikator penilaian keberhasilan kinerja daerah dalam menanggulangi kasus TBC serta terdapat tiga macam kategori TBC. Pertama, adalah kasus TBC dengan sensitif obat, yang diukur dari berapa banyak yang ditemukan, berapa banyak yang diobati, dan berapa banyak yang sembuh.
Kemudian, kasus TBC resisten obat, itu juga berapa banyak yang ditemukan, ditangani, dan sembuh. Lalu, penemuan kasus TBC pada anak, penemuan kasus TBC pada penderita HIV, dan terakhir itu adalah TPT (terapi pencegahan tubercolosis).
“Jika masuk kategori satu, atau sensitif obat, itu kita akan tangani dengan memberikan obat selama enam bulan tidak terputus. Kemudian, untuk kategori dua atau resisten obat, itu diobati selama delapan bulan, dan kategori tiga 12 bulan atau yang sudah resisten bisa lebih dari satu tahun,” jelasnya.
Ati mengatakan, saat ini kasus TBC tengah menjadi fokus pemerintah pusat dikarenakan angka penemuan kasusnya meningkat secara signifikan. Ia mengimbau, agar masyarakat yang mengalami gejala penyakit TBC dapat segara mendatangi fasilitas layanan kesehatan (faskes) agar dapat ditindaklanjuti secar lebih intens.
“Kami mengimbau bila ada masyarakat yang menderita TBC jangan malu-malu untuk mendaftarkan dan mengobati di faskes. Jika tidak didaftarkan, itu dapat menjadi bahaya laten, karena TBC itu penyakit menular,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Harian Tugas Sekretaris Daerah (Plh Sekda) Provinsi Banten, Virgojanti mengatakan, saat ini jumlah kasus TBC di Banten menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Meski begitu, tingkat penanganannya juga menjadi yang terbaik.
Ia mengatakan, ketersediaan obat dan fasilitas layanan kesehatan di Banten sudah memadai untuk menangani para penderita TBC. Virgojanti meminta agar masyarakat dapat mendatangi faskes-faskes yang ada apabila mengalami gejala penyakit TBC agar dilakukan pemberian pengobatan.
“Untuk TBC, Banten masuk dalam daerah tertinggi untuk tingkat penanganannya, meskipun jumlah kasusnya juga sama (jadi yang tertinggi, red). Untuk ketersediaan obat juga kita Insha Allah mumpuni dan mencukupi untuk mengobati pasien TBC yang ada,” kata Virgojanti.
“Dan beberapa capaian penanganan TBC yang ada juga kita alhamdulillah sudah di atas dari rata-rata secara nasional. Kita terus upayakan agar pelayanan kita lebih optimal dan masyarakat juga bisa sembuh secara maksimal,” tandasnya.