Zaman dahulu perempuan kerap terpinggirkan dalam sejarah. Selain dilarang ikut andil dalam politik, kegiatan yang dapat dilakukan kaum Hawa pun terbatas. Namun, ada sosok perempuan hebat dalam sejarah Indonesia. Namanya Keumalahayati, atau lebih dikenal Laksamana Malahayati asal Aceh.
Dalam catatan sejarah, Malahayati adalah laksamana laut pertama di dunia. Dia digambarkan sebagai panglima perang Kesultanan Aceh yang mampu menaklukkan armada angkatan laut Belanda dan bangsa Portugis (Portugal) pada abad ke-16 Masehi.
Malahayati lahir dengan nama kecil Keumala Hayati. Ayahnya adalah Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya merupakan Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–1539 M.
Sebelum terjun ke medan pertempuran, Laksamana Malahayati pernah menjabat sebagai kepala protokol kerajaan Aceh. Ketika itu, tamu asing yang ingin menghadap Sultan harus melewati pemeriksaannya terlebih dulu. Jika izin diperoleh, baru sang tamu boleh bertatap dengan Sultan.
Sultan pada masa itu Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riatsyah (1588-1604) punya alasan tersendiri mengangkat Malahayati sebagai kepala protokol. Kondisi sultan sudah berusia lanjut. Ia pun memilih Malahayati karena dianggap dapat memegang amanah.
“Beliau (Malahayati) adalah wanita tangguh dan diberdayakan oleh sultan Aceh waktu itu. Beliau sangat dipercaya oleh sultan,” kata Sejarawan Aceh, Dr Husaini Ibrahim, saat ditemui wartawan dikediamannya, Kamis (9/11/2017).
Setelah suaminya gugur dalam sebuah peperangan, Malahayati merasa sangat kehilangan. Namun ia berusaha tetap tegar. Tak lama kemudian, Malahayati meminta izin kepada sultan untuk membentuk pasukan Inong Balee (janda). Izin diperoleh, Malahayati pun didapuk sebagai pemimpin.
Pasukan yang dipimpin Malayahati pun berjumlah mencapai 2.000 orang. Mereka mendirikan sebuah benteng di kawasan Krueng Raya, Aceh Besar dan posisinya menghadap Selat Malaka. Di sanalah markas prajurit Inong Balee.
Seiring perjalanan waktu, pasukan ini terlibat dalam berbagai pertempuran dengan prajurit Belanda dan Portugis yang ingin menjajah Aceh. Pada 11 September 1599 Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam satu pertempuran. Atas keberaniannya itulah, Malahayati kemudian mendapat gelar Laksamana.
“Beliau bertempur di Selat Malaka. Jadi sosok Malahayati bukan hanya berjuang pada tataran yang rendah tapi ada perjuangan-perjuangan yang sangat besar. Beliau menghadapi perjuangan yang sangat berat seperti tantangan Portugis dan Belanda,” jelas dosen sejarah di Universitas Syiah Kuala ini.
Malahayati kala itu memang sengaja membentuk pasukan Inong Balee. Tujuannya, untuk memperjuangkan nasib Aceh dan perempuan janda. Sebab selama pertempuran, banyak perempuan Tanah Rencong kelihangan suami yang bertempur melawan penjajah.
“Dalam hal ini beliau ingin memperjuangkan bukan hanya nasib sendiri tapi nasib Aceh dan juga nasib wanita pejuang yang suaminya juga gugur di medan pertempuran,” ungkap Husaini.
Pada Kamis 9 November 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Laksamana Malahayati sebagai pahlawan nasional. Plakat gelar pahlawan diterima oleh Teungku Putroe Safiatuddin Cahya Nuralam, ahli waris yang kini menetap di Nusa Tenggara Barat (NTB). Penyerahan gelar pahlawan berlangsung di Istana Negara.
Husaini menilai penetapan Malahayati sebagai pahlawan nasional sudah sangat tepat. Jasa dan perjuangan Malahayati sangat besar. Bahkan, perempuan yang hidup di abad ke-16 dan awal abad ke-17 ini juga merupakan laksamana perempuan pertama di nusantara.
“Jadi sangat wajar kalau mereka diangkat sebagai pahlawan nasional,” jelas arkeolog Aceh ini seperti dilansir detik.com.
Usai ditetapkan sebagai pahlawan, Pemerintah Aceh berencana ingin memugar makam Laksamana Malahayati yang terletak di Desa Lamreh Krueng Raya, Aceh Besar. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menilai Malahayati merupakan panglima angkatan laut yang sangat layak diberikan gelar pahlawan.
Malahayati secara nyata berperang melawan Belanda. Secara usia, Malahayati lebih tua dibandingkan dengan 12 pahlawan wanita lain yang sudah dulu mendapat gelar pahlawan.[]