JAKARTA – Penyidikan terhadap kasus penembakan Brigadir Yoshua terus berlanjut, kini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan melakukan pengujian terhadap hasil autopsi yang telah dilakukan kepolisian, terhadap jasad Brigadir Yoshua.
Sebagai informasi, insiden adu tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua terjadi pada Jumat (8/7) di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Istri Kadiv Propam disebut mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Yoshua.
Dalam kejadian tersebut, Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.
Belakangan kematian Brigadir Yoshua disorot, lantaran banyak kejanggalan terhadap jasadnya. Seperti diduga adanya luka bekas sayatan senjata tajam, kemudian jari yang rusak dan patah.
“Baru itu jadi bekal mengukur bagaimana kerja teman-teman di kepolisian, khususnya di Dokkes yang melakukan autopsi,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan, dikutip Kamis (21/7/2022).
Menurut Anam, pengujian tersebut dipilih sebagai langkah untuk memastikan tolak ukur kebenaran hasil yang telah didapat pihak kepolisian. Sebab pihak kepolisian sudah sedari awal melakukan tindakan forensik tersebut kepada Brigadir Yoshua.
“Apakah prosedurnya benar, apakah yang terlihat dari berbagai dokumen itu benar? Apakah lukanya juga benar? Apakah fisik utuhnya dan lain sebagainya. Dari situ lah kita akan ngomong,” katanya.
Anam mengungkapkan, berkaca dari pengalaman kasus-kasus sebelumnya. Tidak semua kasus pembunuhan selalu berujung untuk dilakukan autopsi ulang. Lantaran, Komnas HAM telah punya berbagai metode untuk membuka kasus secara terang benderang.
“Komnas HAM pernah punya pengalaman meminta autopsi, Komnas HAM juga pernah mengatakan enggak perlu autopsi. Langkah pertama saja belum kita lakukan (pengujian keterangan). Kok langsung menyimpulkan?” tutur dia.
Anam menambahkan, jika sejauh ini Komnas HAM telah mengantongi sejumlah bukti yang akan membuat kasus ini terungkap. Dengan melakukan pengujian termasuk temuan soal luka-luka yang ada di jasad Brigadir Yoshua.
“Tali di leher sebelah mana? Saya kira informasi yang didapatkan oleh Komnas HAM cukup secara internal menilai dan akan mengujinya dengan ahli apakah itu bekas jahitan,” beber dia.
“Apakah peristiwa yang lain, apakah itu kayak pengacara bilang jeratan dan sebagainya, di internal kami sendiri punya penilaian. Itu yang akan kami uji,” tambahnya. []
Kendati demikian, Anam tak mempersoalkan apabila ada pihak yang ingin meminta adanya autopsi ulang. Termasuk terbaru dikabulkannya permintaan autopsi yang datang dari kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua.
“Tapi kalau ditanya Komnas HAM kami langkahnya menguji dulu penilaian kami dengan ahli, setelah itu kami menguji kerja Dokkes yang melakukan autopsi. Baru kami akan simpulkan apa kebutuhan kami dan apa langkah kami ke depan untuk membuat peristiwa ini terang benderang,” terang dia. []