SERANG – Komisi II DPRD Kota Serang akhirnya memanggil Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud), serta Kepala SD Negeri Teranggana, terkait guru ‘fiktif’ atau ‘siluman’, Jumat, 17 Januari 2025.
Pantauan Sultantv.co di lokasi, Ketua Komisi II DPRD Kota Serang, Udra Sengsana, beserta anggotanya sudah berada di ruang rapat komisi bersama Kepala SDN Teranggana sekitar pukul 15.33 WIB.
Selang beberapa jam kemudian, Kepala Dindikbud Kota Serang, Tb. M. Suherman, juga turut dipanggil oleh Komisi II, dan mendatangi gedung wakil rakyat itu sekitar pukul 16.53 WIB.
Sekretaris Komisi II DPRD Kota Serang, Amir Abdul Hadi menjelaskan, alasan pihaknya memanggil Kadindikbud dan Kepala SD Negeri Teranggana terkait kondisi sekolah yang rusak parah dan adanya guru fiktif.
“Kami mengundang Kepala Dinas dan ibu Kepala Sekolah, pada kesimpulannya bahwa di sana ada kekeliruan tapi kami sepakat untuk memperbaiki. Dan kami memastikan tidak akan terjadi lagi hal-hal seperti ini,” ungkap Amir kepada wartawan, usai rapat.
“Kami bangga kami senang karena tugas kami sebagai Komisi II telah menjalankan fungsi pengawasannya berjalan dengan baik,” imbuh Amir.
Dikatakan Amir, berdasarkan hasil temuan Komisi II bahwa peristiwa ini terjadi atas dasar ketidaksengajaan, meski telah berjalan beberapa bulan.
Pihaknya juga langsung melakukan tindakan terhadap keberadaan guru fiktif atau siluman ini dengan cara musyawarah.
“Artinya guru fiktif yang mendapatkan honor itu sudah dikembalikan. Walaupun ada sedikit selisih hitung-hitungannya. Per hari ini jumlahnya diperbaiki, yang semula ada selisih (angka) yang dihitung oleh Anggota Komisi II,” jelas dia.
“Dan dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan bersedia mengembalikan uang tersebut sekitar Rp 4,8 juta selama tiga bulan, sesuai yang tercatat di sana (SDN Teranggana),” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dindikbud Kota Serang, Tb. M. Suherman mengatakan, bahwa uang yang telah terpakai untuk menggajih guru fiktif sudah dikembalikan ke kas daerah, sebesar Rp 4,8 juta dalam kurung waktu tiga bulan.
“Dihitungnya setelah datanya masuk ke Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Baru masuk tiga bulan ke Dapodiknya.
Ia menerangkan, pengembalian uang tersebut bisa langsung dilakukan ke kas daerah lantaran pokok permasalahannya jelas.
“Guru menerima honor tapi gurunya tidak mengajar, fiktif. Jumlahnya dua orang, dikali Rp 800 ribu totalnya Rp 1,6 juta. Dikali tiga bulan, totalnya Rp 4,8 juta,” katanya.
Suherman mengaku merasa senang atas pemanggilan ini, sebab Komisi II DPRD Kota Serang merupakan mitra Dindikbud. Di saat pihaknya ada kekeliruan, Komisi II memanggil dan mencarikan solusi yang terbaik.
Ia juga mengatakan, bahwa sebelumnya pihaknya telah memanggil Kepala SD Negeri Teranggana terlebih dahulu, ketika informasi terkait guru fiktif ini mencuat di media massa.
“Akhirnya kepala sekolah menceritakan kronologisnya. Sebetulnya tujuannya ingin menertibkan adminitrasi BOS, tapi larinya ke guru fiktif itu. Akhirnya saya perintah untuk mengembalikan uang itu ke kas daerah, dan jangan diulangi lagi ada guru fiktif,” katanya.
Dindikbud berharap peristiwa ini tidak ulang lagi, baik di SD Negeri Teranggana maupun sekolah lain.
Bahkan, dikatakan Suherman, pihaknya tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi kepada sekolah-sekolah tersebut.
“Supaya tidak terjadi lagi di sekolah lain, saya akan memberikan sanksi, baik sanksi ringan, sanksi sedang sampai sanksi berat. Sanksi berat itu sampai pencopotan kepala sekolah,” tegasnya.
Sedangkan, untuk permasalahan guru fiktif atau guru siluman ini, Dindikbud masih mempertimbangkan terkait pencopotan jabatan terhadap kepala sekolah tersebut.
“Untuk kasus ini sedang dipertimbangkan sanksi apa yang akan diberikan. Yang jelas sudah mencoret guru fiktif itu oleh kepala sekolah, dan mengembalikan uangnya,” tandasnya.
Masih di tempat yang sama, Kepala SD Negeri Teranggana mengaku, bahwa peristiwa ini terjadi akibat kekeliruan dirinya. Ditambah, dirinya baru satu tahun menjabat sebagai kepala sekolah di SDN Teranggana.
“Mungkin karena kurangnya pengetahuan, dalam artian saya juga harus banyak belajar lagi. Saya juga mungkin masih berjiwa muda, jadi kurang ramah tamah atau berhubungan dengan orang lain,” kata perempuan, yang enggan menyebutkan nama ini.
Terkait pencopotan jabatan kepala sekolah, ia mengaku pasrah apabila Dindikbud harus memberikan keputusan tersebut kepada dirinya.
“Apa yang diarahkan bapak Kepala Dinas (Pendidikan), tentu sebagai bawahan saya harus mengikuti aturan tersebut,” ucapnya.(Roy)