Belum lama ini, CNN Travel merilis daftar 50 dessert dessert alias makanan penutup andalan dari berbagai penjuru dunia. Cendol Singapura disebut sebagai salah satu makanan penutup favorit banyak orang.
Tak pelak, kehadiran cendol Singapura itu menimbulkan beragam pertanyaan. Bagaimana tidak? Cendol sudah kadung menjadi minuman terbaik bagi orang Indonesia di kala cuaca panas menyengat.
Pakar kuliner, William Wongso, mengaku tak heran dengan keberadaan cendol di Singapura. Cendol, kata William, ditemukan di berbagai negara Asia Tenggara. Selain di Singapura dan Indonesia, cendol juga ditemukan di sejumlah negara Asean lainnya seperti Malaysia, Kamboja, Timor Timur, Vietnam, Thailand, dan Myanmar dengan nama yang saling berbeda satu sama lain.
Yang membedakan di antara kesemuanya ialah ragam sajian dan bahan cendol yang ditonjolkan. “Bahan cendol, kan, sagu, tepung sari kacang hijau atau tepung hunkwe dan tepung beras. Masing-masing bikin dengan komposisi beda,” ujar William pada CNNIndonesia.com, Rabu (5/12).
Lebih jauh, kehadiran cendol di Singapura juga dilihat dari faktor budaya. Di Singapura, cendol dianggap sebagai makanan penutup favorit yang disajian di sederet restoran pinggir pantai. Namun, hal yang sama tak berlaku di Indonesia.
“Dalam budaya makan orang Indonesia, kita enggak punya (istilah) dessert. Cendol ini (di Indonesia) masuk ke jenis minuman,” ujar pakar kuliner dan pangan Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, pada CNNIndonesia.com, Rabu (5/12).
Ada sekitar 147 jenis minuman di Indonesia. Ratusan minuman itu terbagi ke dalam enam kategori. Mulai dari minuman penyegar, minuman fermentasi, ekstrak rimpang, ekstrak bumbu, rebusan buah, serta campuran padatan dan cairan. “Cendol masuk ke (dalam kategori) yang keenam ini,” imbuh Murdijati.
Lagipula, lanjut Murdijati, Singapura tak dikenal sebagai negara penghasil bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan cendol. Tepung beras menjadi salah satu bahan utama pembuatan cendol. Dengan kata lain, cendol berawal di wilayah penghasil beras, Pulau Jawa.
“Dari aspek bahan seperti beras, ketela, gayong, garut, ini semua sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi orang Jawa,” jelas Murdijati.
Istilah ‘cendol’ sendiri awalnya biasa digunakan oleh masyarakat Tatar Sunda. Cendol terbentuk dari cetakan berlubang yang ditekan. Adonan akan muncul dari lubang atau masyarakat menyebutnya dengan istilah ‘jendol’. Dari situ, perlahan istilah ‘cendol’ terbentuk. Sementara untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, cendol lebih akrab disebut dengan dawet.
Akulturasi Budaya
Lebih jauh, kehadiran cendol di Singapura dilihat Murdijati sebagai bentuk akulturasi budaya. Menilik sejarah, cendol atau yang biasa dikenal dengan istilah dawet, telah hadir sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Cendol bermula dari amukan perang antara tiga wilayah: Kadipaten Paranggaruda, Kadipaten Carangsoka, dan Kadipaten Majasem. Ketiganya berada di wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang kemudian menjadi salah satu daerah yang diakui Kerajaan Majapahit.
Dikisahkan, Paranggaruda kalah di tangan Carangsoka. Kekalahan itu membuat adipati Carangsoka menugaskan Raden Kembang Jaya untuk menjaga wilayah perbatasan.
Raden Kembang Jaya pun harus mencari lokasi yang pas untuk dijadikan pos penjagaan. Di tengah kondisi lelah itu, tiba lah seorang penjual minuman di hadapan Raden Kembang Jaya.
“Dia minum lalu ngomong kalau minumannya enak. Dia bertanya (minumannya terbuat) dari apa. Si penjual bilangnya dari dawet dan cairannya dari santan. Raden Kembang Jaya mengagumi kesegaran dawet itu,” kisah Murdijati.
Kala itu, cerita Murdijati, Kerajaan Majapahit masih menguasai tanah Jawa. Perlahan, Majapahit berekspansi ke berbagai penjuru, termasuk wilayah yang kini disebut sebagai Singapura dan bagian semenanjung yang kita kenal sebagai Johor, Malaysia.
Dari situ lah, dawet masuk ke kedua wilayah tersebut dibawa oleh para prajurit Majapahit. Dugaan ini semakin diperkuat dengan keberadaan wilayah bernama Kecamatan Pesantenan di Kabupaten Pati.
Cerita di Jawa Timur
Lain di Jawa Tengah, lain pula cerita yang beredar di Jawa Timur. Di wilayah paling ujung timur Pulau Jawa ini, eksistensi cendol bisa dilihat dari dawet jabung yang begitu kesohor. Dikisahkan Warok Suromenggolo, seorang tokoh berpengaruh di Ponorogo, Jawa Timur. Dia menikahkan adiknya dengan salah satu putri raja terakhir Kerajaan Majapahit.
Namun, pesta pernikahan antara sang adik dan putri raja justru berujung perang. Di tengah perasaan lelah itu, Warok Suromenggolo beristirahat di Desa Jabung. Di sana, ia bertemu dengan seorang penjual dawet. Tak ayal, dawet pun menyegarkan dahaganya.
“Lalu Warok Suromenggolo punya kata-kata sakti, (bahwa) siapa saja warga desa yang mau garap dawet, maka (warga) akan makmur,” ujar Murdijati berkisah.
Kata-kata sakti Warok Suromenggolo itu terbukti. Kini, dawet jabung begitu tersohor di seantero Jawa Timur.
“Semua bukti-bukti ini menguatkan bahwa cendol memang berasal dari Pulau Jawa,” pungkas Murdijati.
Hikayat Cendol di Pulau Jawa
- Advertisement -