Senin (29/10) kemarin, pesawat Lion Air JT-610 dengan rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang, jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Dudi Sudibyo, pengamat penerbangan, mengatakan, ada dua kemungkinan penyebab jatuhnya pesawat tersebut. “Pertama karena sistem yang bermasalah, meski belum diketahui masalahnya apa, dan satu lagi mungkin teknis, yang berkaitan dengan mesin,” paparnya saat ditemui di kantor Kompas Gramedia Media, Senin (29/10).
Menurut Dudi, dua faktor tersebut bisa menjadi penyebab jatuhnya JT-610. Karena sebelum hilang kontak, sang pilot, Bhavye Suneja, sempat meminta agar pesawatnya return to base. Ini mengindikasikan adanya ‘masalah’ dengan pesawat yang dikemudikannya.
Diketahui bahwa sebelum JT-610 mengalami kecelakaan, ia sempat mengalami gangguan teknis saat berencana terbang dari Denpasar ke Jakarta pada Minggu (28/10) malam.
Melalui akun Instagramnya, Conchita Caroline, salah satu penumpang JT-610 rute Denpasar-Jakarta, mengatakan, mesin dan AC pesawat tersebut beberapa kali mati, lampu berkedip-kedip, suara mesin terdengar berbeda dan lantainya terasa panas. Kendala teknis di Denpasar itu pun membuat penerbangan sempat mengalami penundaan hingga 90 menit sebelum akhirnya terbang dan berhasil mendarat di bandara Soekarno-Hatta pukul 23.00 WIB.
Edward Sirait, CEO Lion Air pun membenarkan informasi tersebut. “Memang ada laporan mengenai masalah teknis. Namun, itu sudah diselesaikan sesuai dengan prosedur maintenance yang dikeluarkan oleh pabrikan pesawat,” katanya saat melakukan konferensi pers.
Minimum Equipment List (MEL)
Dilansir dari ilmuterbang.com, jika salah satu bagian pesawat mengalami kerusakan dan pesawat belum diterbangkan – atau bahkan belum bergerak dengan tenaganya sendiri – maka, pilot harus mengacu kepada Minumium Equipment List (MEL) untuk mengetahui apakah penerbangan tetap boleh dilanjutkan.
MEL sendiri merupakan dokumen wajib yang harus ada di setiap pesawat. Ia berisi daftar peralatan pesawat yang diperbolehkan tidak berfungsi selama batasan tertentu. Di dalam MEL akan disebutkan maksimal waktu terbang dengan peralatan rusak tersebut.
Jika ada bagian yang rusak sebelum melakukan penerbangan, MEL memberikan petunjuk pada penerbang dan teknisi untuk menentukan pesawat boleh berangkat atau tidak (Go/No Go decisions).
Keputusan itu biasanya bergantung pada dua hal: sejauh mana kerusakan memengaruhi keselamatan penerbangan dan apakah ada prosedur maintenance di MEL yang harus dilakukan sebelum melanjutkan penerbangan.
Jika syarat yang disebutkan di MEL sudah terpenuhi, maka pesawat yang memiliki peralatan rusak tadi boleh tetap lepas landas. Ini dilakukan untuk menghindari keterlambatan jadwal penerbangan dan menunda perbaikan sampai pesawat mempunyai waktu dan perangkat yang dibutuhkan tersedia.
Tanda tanya
Untuk kasus jatuhnya pesawat TJ-610, masih belum diketahui penyebab pastinya. Apakah benar karena kendala teknis?
Meski memang ada kemungkinan ke sana, tetapi Dudi mengatakan, kebenaran mengenai jatuhnya pesawat ini baru bisa diungkap apabila ditemukannya black box atau kotak hitam, yang menjadi perekam data penerbangan.
Edward juga menegaskan bahwa meski malam harinya pesawat mengalami kendala teknis di Denpasar, namun JT-610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang yang lepas landas pukul 06.10 WIB di pagi harinya, telah diperbaiki dan dalam kondisi layak terbang.
“Saya tidak tahu persis (hasil evaluasi teknis), tapi saya pikir mengenai ini nanti biarlah instansi yang berwenang yang menggali apa yang terjadi dengan itu (pesawat TJ-610). Namun, saya yakin bahwa pesawat ini telah dirilis terbang oleh engineer kami,” pungkasnya.
Bolehkah Pesawat Tetap Terbang Meski Ada Peralatan yang Rusak?
- Advertisement -