SERANG, Sultantv.co – Warga Lingkungan Sukadana 1 RT 01, Kelurahan Kasemen, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, tetap berharap mendapatkan kompensasi atau uang ganti rugi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Serang, apabila rencana pembongkaran bangunan rumah di kawasan Daerah Alisan Sungai (DAS) Cibanten direalisasi.
Berapa pun nominal rupiahnya, warga dipastikan akan menerima bantuan tersebut dan bersedia pindah dari kawasan bantaran kali Cibanten ke tempat lain.
Seperti yang disampaikan oleh salah seorang warga bernama Heri. Ia berharap Pemkot Serang bisa memberikan sedikit perhatian kepada warga di sekitaran bantaran sungai Cibanten, berupa uang kerohiman.
“Kita sih menyebutnya uang kerohiman bukan kompensasi. Ala kadarnya. Berapa pun kami terima. Warga juga pasti menerima karena bisa buat ongkos pindahan, biaya ngontrak sebulan dua bulan,” kata Heri ditemui di kediamannya, Selasa, 13 Mei 2025.
Ia menjelaskan, jika uang kerohiman yang diminta warga bukan sekedar untuk biaya pindahan maupun sewa kontrakan. Tetapi, lebih kepada proses mempersiapkan diri akan seperti apa masa kedepan warga.
Namun, Pemkot Serang telah menegaskan tidak akan memberikan uang kompensasi atau ganti rugi kepada warga dengan alasan tidak berlandaskan hukum, karena warga membangun rumah di atas lahan megara.
“Buat proses kedepannya gimana, engga bisa ujug-ujug langsung pindah begitu aja, kalau begini caranya mending dibubari aja masyarakatnya,” ujar Heri.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemkot Serang sebetulnya telah memfasilitasi kendaraan untuk mengangkut barang-barang milik warga yang ingin direlokasi.
“Bukan itu aja, intinya kita butuh ongkos. Kita ini bukan burung, kalau disogrok langsung terbang. Tapi kita kan manusia, butuh diperhatikan biar warga di sini gak pada panik,” terang Heri.
Heri juga mengakui jika dirinya telah menempati lahan negara di bantaran kali Cibanten sejak 1993.
Solusi yang ditawarkan Pemkot Serang pun dinilai kurang efektif, yakni menyediakan rumah susun sederahana sewa (rusunawa) Margaluyu dan Kaujon, bagi warga yang bersedia direlokasi.
“Ruangan kecil, buat barang-barang aja pasti gak muat. Itu cocoknya buat pasangan yang baru nikah sebulan dua bulan, belum punya anak dan belum peralatan lengkap,” ucap pria yang memiliki tiga anak ini.
“Belum lagi jaraknya jauh, ngurus anak-anak sekolah. Repot. Belum lagi harus ngurusin surat-surat pindahan, KTP, dan segala macam. Ribet pokoknya,” sambungya.
Senada disampaikan oleh warga lainnya, Sumartini. Ia mengaku menolak direlokasi ke rusunawa Margaluyu atau Kaujon, lantaran diminta uang sewa sebesar Rp 300 ribu per bulan.
“Gak mau pindah ke rumah susun, ogah, karena disuruh bayar sewa 300 ribu per bulan,” kata nenek yang mengaku sudah tinggal di bantara kali Cibanten sejak 1976 ini.
Meski pun gratis, ia menegaskan tidak akan bersedia direlokasi ke rusunawa, karena menyadari usianya sudah tidak muda lagi dan tidak kuat menaiki anak tangga.
Sumartini mengaku lebih memilih mencari kontrakan atau membangun rumah di tempat lain, ketimbang harus tinggal di rusunawa.
“Mending pindah ke belakang, nyari kontrakan atau tanah kosong dan bangun rumah di situ,” katanya.
“Waktu pemerintah dulu gak ada tuh yang namanya gusur-gusur. Eh Walikota yang sekarang yang akan menggusur, karena katanya rumah-rumah di bantaran sungai ini penyebab banjir. Padahal hujan gede juga di sini mah lancar-lancar aja tuh, gak banjir. Makanya sempet bingung kalau kita dianggap penyebab banjir,” imbuh Sumartini, menggerutu. (Roy)