JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (p) TB Hasanuddin menyambut baik penundaan pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar.
Hasanuddin menilai pembelian 1 skuadron atau 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar, yang menghabiskan biaya sebesar USD 792 juta atau setara hampir Rp 12 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per USD) dapat menghemat anggaran.
“Intinya saya menyambut baik penundaan pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar, lantaran hanya membuang uang saja alias mubazir,” kata Hasanuddin saat dikonfirmasi awak media, Kamis (4/1).
Politisi senior PDI Perjuangan ini juga beralasan bahwa pesawat Mirage 2000-5 tersebut dibeli oleh AU Qatar dari Perancis pada akhir tahun 1980-an.
Artinya, kata dia, usianya sudah menginjak tiga dekade dan tersisa hanya 10 tahun untuk penggunaan.
“Pesawat bekas tersebut hanya mendapat dukungan servis selama 3 tahun awal. Setelahnya sisa 7 tahun, kita harus membayar mahal karena biaya perawatan pesawat tempur tidak murah, apalagi pesawat usia tua, apakah anggaran kita sudah siap?,” cetusnya.
Hasanuddin mengatakan, dengan anggaran USD 792 juta atau hampir setara Rp 12 triliun yang dialokasikan Kemhan untuk membeli Mirage 2000-5, imbuhnya sebenarnya Indonesia bisa mendapatkan hampir 1 skuadron jet tempur F-35A, SAAB Gripen, atau F-15 EX baru yang pastinya memiliki usia pakai lebih lama hingga 40 tahun dan jaminan servis suku cadang yang lebih meyakinkan.
“Jadi saya kira penundaan pembelian pesawat Mirage 2000-5 bekas dari Qatar ini sudah tepat. Mungkin bisa saja ada pertimbangan lain bila dikaitkan dengan debat ketiga antar capres dengan tema pertahanan 7 Januari mendatang,” tegasnya.
Hasanuddin juga menengarai dalam hal pembelian pesawat bekas Mirage 2000-5 ini Kemenhan menggunakan pihak ketiga atau makelar yakni PT PT EXCALIBUR yang menurutnya janggal.
Karenanya, sejak jauh-jauh hari yakni di awal Juli 2023, pihaknya telah meminta Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghentikan pembelian 12 jet tempur Mirage 2000 – 5 bekas Qatar Air Force (QAF) tersebut.
“Idealnya pembelian ini kan dilakukan G to G tidak menggunakan pihak ketiga serta untuk lebih akuntable melibatkan BPK/BPKP. Saya sejak Juli 2023 sudah meminta agar Menhan menghentikan pembelian pesawat tempur bekas ini,” tandasnya. (Fik)