Jakarta – Konflik yang melibatkan TNI dan POLRI di level bawah menjadi masalah klasik yang selalu berulang, acapkali masalah jia korsa dan kesenjangan sosial disebut-sebut menjadi pemicu terjadinya konflik. Bahkan tidak jarang upaya damai yang dilakukan secara simbolik tidak dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di lapangan.
Menanggapi konflik yang belakangan terjadi, Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin pun angkat bicara, menurutnya konflik antara anggota TNI dan POLRI sejak dulu pernah terjadi. Namun, konflik tersebut cepat terselesaikan.
“Soal perkelahian antar angkatan dan polisi itu sejak dulu sudah ada. Tapi berbeda, dulu lebih pada perkelahian tangan kosong (beladiri) sekarang lebih seram, menggunakan senjata,” tuturnya, dikutip Jumat (3/12/2021).
Ia menambahkan, pada era dia bertugas, konflik yang terjadi hampir semuanya diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak mencapai ranah hukum. “Dulu konflik-konflik hanya satu dua hari selesai. Kalau sekarang saya kira konflik itu lebih banyak,” katanya.
Seperti diketahui, belum lama ini beredar video di media sosial yang menampilkan perkelahian antara dua orang polisi lalu lintas (Polantas) dengan seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam video yang viral tersebut tampak ketiga aparat tersebut berkelahi di sisi jalan. Tak hanya menonton, beberapa masyarakat pun mencoba melerai perkelahian tersebut.
Menurut TB Hasanuddin, konflik yang terjadi antara TNI dan POLRI kebanyakan dipicu oleh anggota yang masih muda. “Saya mencatat ketika terjadi perkelahian dengan siapapun, mereka itu rata-rata prajurit yang masih muda, yang kedua pasukan tempur. Kalau Polisi rata-rata dari Brimob. Kalau dipasukan lain kebanyakan tidak ada, misalnya antara Koramil dengan Polsek, itu tidak ada,” jelasnya.
“Mereka baru dilatih pertempuran dasar, jadi ada semacam sisi arogansi perorangan yang agak tinggi,” tambahnya.
Ia mengatakan, proses rekrutmen TNI dan POLRI harus dikaji kembali. Pasalnya, pada jaman dahulu prajurit direkrut dari organisasi-ornagisasi kepemudaan yang bertugas menjaga keamanan wilayah.
“Misalnya dulu saat menjadi tentara di wilayah Jawa Barat, pada umumnya pemuda dari Organisasi Keamanan Desa (OKD), mereka disiapkan untuk melawan pemberontakan DI/TII dan sebagainya. Jadi mereka saat masuk militer murni untuk ikut andil dalam membela negara. Dan mereka ini menjadi prajurit yang baik,” ucap TB Hasanuddin.
Ia juga mengungkapkan terjadinya pergeseran motif masyarakat untuk mengikuti jika seleksi TNI-POLRI. “Saat ini pada umumnya tidak ada yang langsung menjadi tentara saat lulus. Artinya motivasi bergabung ke militer ini sudah tidak lagi membela Negara, tetapi cari uang,” tegasnya.
Guna meminimalisasi konflik antara TNI-POLRI ia mengatakan harus ada peranan dari perwira pertama. “Banyak hal dan faktor yang menyebabkan konflik, namun yang paling penting adalah pengendalian dari para perwira pertama, Danru, Danton, kemudian Komandan Kompi. Kalau Komandan Batalyon sepertinya sudah agak berjarak,” pungkasnya. (red)