JAKARTA – Peristiwa 27 Juli pada 1996 atau tepat 26 tahun silam merupakan hari yang dikenal dengan Peristiwa Kudatuli. Tragedi Kudatuli merupakan akronim dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli Peristiwa Sabtu Kelabu.
Berdasarkan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebanyak 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.
“Banyak kerusuhan dan pelanggaran HAM berat di Indonesia masih belum diungkap. Bung Karno pernah berkata ‘Jas Merah’—jangan lupakan sejarah! Peristiwa Kurdatuli adalah peristiwa demokrasi, perlawanan rakyat terhadap rezim otoriter. Tidak boleh dilupakan tapi harus dibuka secara terang! Namun nyatanya? Kurdatuli bagai peristiwa yang jauh panggang dari api,” ucap Ari Junaedi, Akademisi dari UNPAD kepada Sultan TV, Rabu (27/7/2022).
Bentrokan ini dilatarbelakangi oleh konflik internal di Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Saat itu, terdapat dualisme kepemimpinan di PDI antara Ketua Umum PDI hasil kongres Medan Soerjadi dan Ketua Umum hasil kongres Surabaya pada 1993, Megawati Soekarnoputri.
Tragedi Kudatuli bermula saat massa berusaha mengambil alih secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.
Ari pun mempertanyakan mengapa hingga kini peristiwa itu seakan-akan tidak pernah menemukan titik terang selama 26 tahun.
“Mengapa kasus 27 Juli sejak 26 tahun lalu sampai sekarang tidak ada kejelasan atas suatu tragedi kemanusiaan yang seharusnya pemerintah tidak boleh abai,” ujarnya.
“Ini merupakan pelanggaran HAM Berat, Kudatuli mesti diusut tuntas,” tambahnya.
Peristiwa ini juga memicu peristiwa kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pasca kerusuhan, penyelidikan langsung dilakukan. Hasil penyelidikan mendapati Soerjadi dan sejumlah jajarannya terlibat dalam Peristiwa Kudatuli. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dipenjara berdasarkan putusan pengadilan.
Namun menurut Komnas HAM, sejumlah perwira militer ikut terlibat dalam peristiwa ini dan belum diadili. Penyelesaian Peristiwa Kudatuli masih terus berlangsung hingga saat ini. []