Oleh: Aji Bahroji
Jika warga Banten pernah ngegandrungi Tv Lokal, maka itu pasti saat BantenTv eksis di era 2007-2010 Hehhe. Kenapa sebab, saat itu orang-orang di belakang layarnya adalah orang-orang fighter. Nyaris gak pernah mikiran namanya hangout. Para bujang dan mau bebas explore dan kreatif tanpa batas. Mandi mungkin cuma sekali, kecuali Mbak Shendy Erista Pratomo karena ia harus tampil kamera face di depan layar tv.
Sebagai TV Lokal yang ada di Ibu Kota Serang, BantenTV saat itu menjadi primadona. Banyak pejabat (kepada dinas,camat,) yang kemudian shockculture, karena harus diwawancara oleh stasiun televisi ini. Kalau sekelas Gubernur atau Bupati mungkin sering di wawancara TV nasional, tapi selevel camat dan kepala desa itu sesuatu yang baru. Saat masih menjadi reporter Bantentv, saya menemukan banyak narasumber yang gagap karena saya bawa kamera Soni PD 170 yang pake kaset pita. Kamera ini tentu masih mahal pada zamannya. DSLR belum begitu digandrungi seperti saat ini.
Tak jarang saya temui, narasumber menyisir, merapihkan pakaiannya berlama lama karena akan tampil di depan kamera kami. Benjamin Rasyid, GM dan Pemred BantenTV saat itu pernah mewanti kami, sebagai TV Lokal pertama di Ibu Kota Banten akan menemui hal ini. Buah persinggungan itu kami menjadi wartawan yang cukup di ingat oleh narasumber di Provinsi Banten, tempat saat bertugas. Sehingga saya sendiri, nyaris kenal hampir kepala dinas di Provinsi Banten saat itu.
Bantentv telah menjadi Trendsetter saat itu, buktinya kantor kami tak pernah sepi dari permintaan wawancara, baik itu yang bersifat berbayar (advertorial_non berita) maupun hanya konfirmasi dan klarifikasi atas informasi informasi yang tersebar di media massa (cetak). Mungkin waktu itu BantenTv menjadi medium komunikasi selain media cetak yang telah eksis yakni Radar Banten dan Kabar Banten.
Hampir 7 Bulan saya di lapangan. Tidak seperti yang kita kenal pada umumnya saat itu liputan televisi yang menurunkan banyak personil, ada reporter, cameraman, unit, driver dan pendukung lainnya. Saya harus turun sendirian, mengambil gambar video, menuliskan beritanya dan mengeditnya sendiri, lalu mengirimkannya ke bagian postproduction di kantor.
Selama tujuh bulan, alhamdulillah menikmati apa yang saat kuliah saya pelajari dari Bpk Yoki Yusanto yakni Video Journalist atau bahasa kerennya VIJE. Saya merasa saat itulah betul-betul menjadi jurnalis profesional yang harus menjaga integritas yang melindungi privasi narasumber, melakukan langkah-langkah coverbothside dan menegakan kode etik meski kita memiliki agenda setting dan beragam conflict interest.
Journalist Participant
Bergumul dengan Komunitas Rumah Dunia, selain belajar reportase, future, jurnalisme sastrawi, juga sering mendatangkan narasumber, jurnalis media nasional dari Kompas, Tempo, Republika dan pengarang hebat
seperti Gunawan Muhammad, Iman Nur Rosyadi, Jodhi Yudono Taufik Ismail, Akmal Nasery Basral, Ismail Mustofa, Ahmadun Yossi Herfanda, telah menumbuhkan doktrin pentingnya meletakan teori Bill Kovach dan Tom Rosensteil dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik saya.
Terkesan omong kosong, tapi sekuat tenaga, 9 elemen jurnalistik dari wartawan kawakan negeri paman syam itu saya jadikan guidance saya. Resikonya saya sering harus telaten dengan statement, croschek peristiwa, dan kadang tak sejalan dengan kawan sesama jurnalis. Nama saya nyaris tidak pernah terdaftar di list papan pressroom lingkungan Pemerintah Provinsi Banten. Saya tidak tahu siapa yang nulis dan saya tidak punya keinginan juga untuk ditulis karena merasa saya tidak pernah ngepost disitu juga. Yang penting saya berkomunikasi baik dengan mereka dan melakukan kerja-kerja jurnalistik.
Kerja-kerja lapangan 7 Bulan itu akhirnya mengantarkan saya menjadi asisten produser, mendampingi Pak Roy Tindage, senior wartawan alumni RCTI sebagai Pemred dan menemani diskusi-diskusi kecil mbak Shendy Erista Pratomo. Tiga Bulan menjadi Asisten Produser saya kemudian ditunjuk Pak Royadi sebagai Koordinator Liputan (Koorlip). Kok cepat amat, ya saya juga tidak tahu. Yang pasti dalam pikiran saya, tidak mesti menunggu lima tahun menjadi semester. Jika kau bisa 7 semester kenapa tidak diambil pilihan itu.
Kami memproyeksi 8 reporter yang berada di Kabupaten/Kota di Banten. Ada Mang Pit, Feri, Beni,Rafik, Ahmadi, dll. Jadilah tugas saya rangkap. Selain memproyeksikan berita setiap paginya, juga menjadi partner NengIndrianti Azhar Firdausi, scripwriter handal Seantero Banten, Hehehe.
Bersama perempuan gesit ini saya berbagi peran mendevelop beberapa progam yang menggenjot nilai tambah BantenTv. Baik itu program berita hardnews yang sudah eksis seperti Banten Pagi, Banten Siang, Banten Hari Ini. Dan meciptakan program baru seperti Banten7, Banten Sepekan, Lorong Kriminal bareng Doel Rafly. Juga menggagas program softnews yang lebih ringan dan menghibur.
Menjadi Koorlip, yang memastikan ketersediaan berita dari lapangan dan memastikan terupdate dengan akurat adalah bukan hal mudah. Meskipun BantenTV saat itu dianggap kecil. Namun berita kami ditonton, faktanya saya pernah merasakan ditelpon oleh seorang Komandan Batalyon (Danyon) meminta klarifikasi karena kesalah reporter di lapangan. Saya juga pernah diprotes oleh pengembang atas pemberitaan yang tidak seimbang atas peristiwa aksi demonstrasi warganya.
Namun demikian Pondasi dasar Jurnalistik yang memihak kepada kebenaran, memberikan ruang kritik dan hak jawab kepada masyarakat, juga disiplin verifikasi, loyal terhadap publik saya rasa akan mengurangi malpraktek pada jurnalistik. Bayangkan jika kita menulis, menyampaikan berita dengan prinsip indipinden, menyampaikannya dengan komprehensif dan proporsional serta mengikuti alur nurani. Haqqulyakin, anasir-anasir dan sangkaan terhadap jurnalistik partisan, jurnalistik titipan aka terelakan.
Persoalannya saat ini adalah, banyak lembaga pers teridentifikasi menjadi partisan sebuah kelompok atau organisasi tertentu. Bahkan dari salah satu media mainstream ada yang secara terbuka menjadi Tim Kampanye salah satu Calon Presiden. Apakah menjadi Journalist Participant tidak boleh?.
Inilah menjadi pekerjaan para praktisi, akademisi dan pakar komunikasi merumuskan kembali pondasi jurnalistik. Terlebih ditengah gempuran, munculnya lembaga-lembaga pers atau kanal jurnalisme warga seringkali menjadi referensi media mainstream. Jika kita saksikan di kanal online, begitu mudahnya orang mendeclare sebagai lembaga pers namun isinya memproduksi hoax dan provokatif. Namun juga sering kita dapati, sebuah blog pribadi yang tidak mendeclare portal berita namun isinya informatif dan akurat.
Journalist Participant, menurut saya, syah syah saja asal keberpihakannya kepada warga, kepada kebenaran dan kepentingan umum seperti disebut oleh Bill Kovach. Kepentingan umum itulah yang akan menjadi pedoman.
Di tengah arus media yang telah masuk ke ranah industri dan profit oriented maka perlu ada pemikiran baru tentang manajemen media massa di era digital ini. Seperti kita mafhumi bersama, keberlangsungan lembaga pers tentu tidak akan terjaga, jika ia tidak menunjukan peranannya secara signficant
dalam pengelolaan iklan.
Saya merasakannya pada Tahun Ke-2 Bantentv Saat diangkat menjadi Produser mengingat Pak Roy Tindage mengundurkan diri karena faktor usia. Ditunjuk sebagai Produser tentu adalah sebuah tanggungjawab melaksanakan fungsi kerja-kerja jurnalistik dan juga kerja-kerja produksi advertorial (berbayar). Hal tersebut tak bisa dihindari karena ini juga menyangkut keberlangsungan financial sebuah meda. Saat ini sudah lumrah ditemui, perusahaan media online pimpinan perusahaan dan pimpinan keredaksiannya double atau dipimpin satu orang. Kebetulan saya juga mejadi Wakil Ketua Umum Ikatan Wartawan Online, mengetahui dinamika media online.
Aih, Balik lagi ke orang-orang fighter BantenTv. Salah satunya yang saya ceritakan diatas itu, Ya perempuan yang berfoto dengan saya. Indrianti Azhar Firdausi sekarang sudah sukses menjalani karirnya sebagai pengajar di sebuah universitas swasta terbesar di Kota Serang, Universitas Serang Raya, dibawah binaan Syaehuna Mulya R Rachmatoellah. Anti, saya memanggilnya ternyata telah menjadi sekretaris jurusan. Kemarin ia datang ke sultantv untuk berdiskusi tentang pengembangan program studi yang digawanginya. Senang menyaksikan perkembangan karir teman “berdebat” yang cukup sukses. Selain Anti, banyak lagi para fighter BantenTV yang telah berkarir di TV Nasional. Ada Ubay Dillah yang bekerja di MNCTV, Doel Rafly yang udah Produser TVONe, Oscar Dafala yang udah jadi Presenter RTV, Bang Wawa Janir yang udah jadi senior editor di MNCTV. Wah, banyak lagi.. Saya sendiri pernah masuk di MetroTV, dan sekarang belajar ngedevelop sultancomm group.[]
Journalist Participant
- Advertisement -