Jika Anda adalah pecinta wisata budaya, ada baiknya mengunjungi Klenteng Boen San Bio di di Jl. Pasar Baru, Kelurahan Kranjaya, Karawaci, Kota Tangerang. Klenetng tua ini dibangun oleh pedagang asal Tiongkok yang bernama Lim Tau Koen. Klenteng ini dibangun sebagai tempat untuk menempatkan patung Dewa Bumi (Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin) yang dibawa pedagang tersebut dari Banten. Secara harfiah, “boen san bio” berarti kebajikan setinggi gunung.
Berdiri di atas lahan seluas 4.650 m2, klenteng ini pada awalnya dibangun dari bambu dan kayu dengan dinding dari gedek sementara atapnya dari daun rumbia. Luasnya pun tidak seberapa. Seiring dengan waktu, klenteng ini mengalami beberapa kali renovasi dan pemugaran.
Klenteng ini tercatat beberapa kali memecahkan rekor di Indonesia. Salah satunya adalah rekor thian sin lo(tempat hio persembahyangan) terberat di Indonesia. Thian sin lo seberat 4.888 kg menjadi yang terberat di Indonesia.
Hal lain yang menarik dari klenteng ini adalah adanya petilasan seorang tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat, Raden Surya Kencana, dan istrinya. Awalnya, petilasan ini berada di bagian depan klenteng. Ketika bagian depan klenteng terkena dampak pelebaran jalan, petilasan ini dipindah ke bagian dalam.
Tidak hanya umat klenteng yang bersembahyang di petilasan ini. Pemeluk agama Islam pun sering datang ke klenteng ini untuk berziarah di patilasan Raden Surya Kencana. Selain itu, Yayasan Vihara Nimmala selalu mengadakan syukuran di setiap hari besar agama Islam.
Pembangunan dan pekerjaan klenteng ini dilakukan oleh tukang-tukang yang didatangkan langsung dari Tiongkok, sehingga bentuk dan arsitekturnya mencerminkan sifat Tionghoa asli. Menurut kisahnya, sebelum tahun 1772 klenteng ini masih merupakan sebuah rumah kecil atau gubuk yang terbuat dari bambu, kemudian diadakan perbaikan total terhadap klenteng, sehingga patung dewa yang dipuja yaitu Dewa Kwan Im, Khongco (Yang Mulia) Kha Lam Ya, Khongco Hok Tek Ceng Sin, dan Khongco Kwan Seng Tee Kun diungsikan sementara ke tempat lain. Setelah perbaikan klenteng selesai, patung-patung itu dikembalikan ke tempat asalnya di Klenteng Boen Tek Bio.
Klenteng Boen Tek Bio memilikiluas kompleks sekira 2.955 m2, meliputi bangunan utama seluas1.655 m2 dan sisanya merupakan bangunan tambahan yang dibangun kemudian. Memasuki bangunan, pengunjung disambut oleh sepasang patung singa, terletak di kiri dan kanan pintu masuk utama yang dibuat tahun 1827 M. Di sisi kiri merupakan patung singa jantan, dan di sisi kanan adalah patung singa betina. Oleh warga Tionghoa, keduanya dipercaya dapat menolak bala.
Di sudut tenggara halaman (sudut pagar besi di sisi kiri klenteng) terdapat lonceng besar perunggu yang didatangkan langsung dari Kanton (Cina) pada 1875 M. Lonceng terletak di atas landasan semen, bagian badan lonceng diukir dengan gambar naga, bunga teratai, sulur-sulur, ikan, awan, dan delapan deret huruf Tionghoa. Motif hias naga, ikan, dan awan merupakan suatu simbol yang menceritakan bahwa bila ikan dapat keluar dari enteng, maka ia dapat menjadi naga, dan naga bisa menjadi seorang dewa yang maknanya manusia harus melepaskan diri dari reinkarnasi dengan membina dirinya. Sedangkan arti tulisan huruf Tionghoa pada intinya ialah suatu pengharapan, agar rakyat saat sedang empat musimlepas darimarabahaya, serta tulisan negara makmur rakyat sejahtera.
Tepat di bagian tengah halaman bagian depan bangunan utama kelenteng terdapat Giok Hong Siang Tee, tempat untuk menancapkan dupa (hiolo) yang diperuntukkan bagi Thian (Tuhan). Saat musim hujan, hiolo diberi atap kayu bertiang empat berbentuk pelana dengan ujung melengkung menyerupai sayap. Pada samping hiolo terdapat tempat pembakaran kertas berbentuk labu dan terdapat pula bonsai yang umurnya mencapai 100 tahun.
Teras kelenteng ini ditopang oleh empat buah tiang berwarna merah dan dihiasi relief berbentuk naga berwarna emas serta hiasan sulur daun serta awan yang dicat berwarna emas, putih, biru, dan merah. Atap teras adalah gabungan bentuk jurai dan pelana yang ditutupi oleh genting. Bubungan atap dihiasi oleh sepasang naga tiga dimensi dan pada bagian tengah terdapat mustika. Tepat di bagian tengah teras terdapat meja altar dengan bagian badan berdenah persegi delapan yang penuh dengan ukiran.
Ukiran pada delapan bidang altar ditutupi dengan kaca yang terbagi menjadi tiga cerita, sehingga seluruhnya menjadi 24 cerita yang mengisahkan mengenai bakti terhadap Tuhan, orangtua dan tanah air. Setelah mengelilingi teras, pengunjung memasuki ruang tengah yang lebih tinggi dari teras dan dindingnya terbuka ke arah teras. Pada ruangan ini terdapat empat meja, pada meja pertama terdapat tiga bidang kecil yang berisi cerita dan tiga bidang besar yang diukir lima qilin. Di bagian atas meja pertama terdapat sebuah patung Budha dalam kotak kaca bersikap semedi dan patung Bie Lek Hud (sebutan untuk Budha yang akan datang). Hiolo terbesar bagi Kwan Im Hud Couw, di sisi barat untuk Kwan Seng Tee Kun yang dikenal dengan dewa perang, dan di sebelah kanan Hok Tek Ceng Sin yang dikenal sebagai Dewa Bumi. Pada meja ketiga terdapat stempel dan bendera yang merupakan simbol perintah.
Di dalam kompleks klenteng, terdapat dua pintu masuk; kanan dan kiri, di sebelah kiri klenteng terdapat pintu kesusilaan dan sebelah kiri adalah pintu kebenaran. Menurut kepercayaan, setiap orang yang mengerti kesusilaan, pasti akan menuju jalan kebenaran. para umat memasuki kelenteng melalui pintu kesusilaan dan keluar melalui pintu kebenaran. Klenteng Boen San Bio adalah simbol akulturasi budaya Tiong Hoa dan Nusantara.[]
Wisata Budaya ke Klenteng Boen San Bio Tangerang: Mengenal Kearifan Lokal yang Kekal
- Advertisement -